Kemungkinan masih banyak dari kalian yang belum memahami dengan betul cara menggunakan huruf miring dalam tulisan. Pada postingan EDUTORIAL kali ini, mari kita bahas secara total mengenai penggunaan huruf miring yang benar.
1. Huruf miring digunakan untuk menuliskan judul buku, nama majalah, atau nama surat kabar yang dikutip dalam tulisan, termasuk dalam daftar pustaka.
Contoh:
- Saya sudah membaca buku Salah Asuhan karangan Abdoel Moeis.
- Majalah Poedjangga Baroe menggelorakan semangat kebangsaan.
- Berita itu muncul dalam surat kabar Cakrawala. Pusat Bahasa. 2011.
- Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat (Cetakan Kedua). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
2. Huruf miring digunakan untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata dalam kalimat.
Contoh
- Huruf terakhir kata abad adalah d.
- Dia tidak diantar, tetapi mengantar.
- Dalam bab ini tidak dibahas pemakaian tanda baca.
- Buatlah kalimat dengan menggunakan ungkapan lepas tangan.
3. Huruf miring digunakan untuk menuliskan kata atau ungkapan bahasa daerah atau bahasa asing.
Contoh:
- Upacara peusijuek (tepung tawar) menarik perhatian wisatawan asing yang berkunjung ke Aceh.
- Nama ilmiah buah manggis ialah Garcinia mangostana. Weltanschauung bermakna ‘pandangan dunia’.
- Ungkapan bhinneka tunggal ika dijadikan semboyan negara Indonesia.
Dari ketiga penggunaan huruf miring di atas, ada beberapa catatan di antaranya sebagai berikut.
- Nama diri, seperti nama orang, lembaga, atau organisasi, dalam bahasa asing atau bahasa daerah tidak ditulis dengan huruf miring.
- Dalam naskah tulisan tangan atau mesin tik (bukan komputer), bagian yang akan dicetak miring ditandai dengan garis bawah.
- Kalimat atau teks berbahasa asing atau berbahasa daerah yang dikutip secara langsung dalam teks berbahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring.
Demikianlah aturan penggunaan huruf miring yang benar berdasarkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
Sumber: Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016) hlm. 13-14