Sinestesia adalah bentuk metafora berupa mengungkapkan sesuatu yang bisa dirasakan oleh suatu indra tetapi digunakan untuk indra lain. Seperti yang kita tahu kalau manusia mempunyai lima alat indra untuk menangkap rangsangan dari luar. Kelima indra tersebut yaitu mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, hidung untuk mencium, kulit untuk meraba, dan lidah untuk mengecap. Dalam sinestesia sesuatu yang seharusnya hanya bisa dirasakan oleh suatu indra, justru digunakan untuk indra lain yang sebenarnya tidak bisa merasakan sesuatu tersebut. Sebenarnya sesuatu yang diungkapkan tidak benar-benar memiliki makna tersebut melainkan hanya metafora saja. Contoh:
Kata-kata yang diucapkannya sungguh pahit didengar.
Dalam contoh kalimat tersebut terdapat frasa pahit didengar. Pahit tentunya hanya bisa dirasakan oleh lidah, tetapi dalam kalimat tersebut justru digunakan oleh indra lain yaitu indra pendengar (telinga). Kata pahit dalam contoh tersebut bukanlah makna sebenarnya, karena tidak mungkin lidah bisa merasakan kalau kata tersebut pahit atau tidak, telingalah yang bisa merasakannya yang mana dalam sinestesia ini digunakan metafora menggunakan kata pahit.
Sinestesia juga dianggap sebagai bentuk perubahan makna/pergeseran makna. Dalam contoh di atas, kata pahit mengalami perubahan/pergeseran makna, karena menurut makna asalnya pahit hanya dirasakan lidah tetapi dalam contoh tersebut maknanya bergeser dan dirasakan oleh telinga.
Contoh-contoh Sinestesia
Agar lebih memahami apa itu sinestesia, berikut admin paparkan beberapa contoh sinestesia:
Ibu kita kartini, putri sejati. Putri Indonesia, harum namanya.
Contoh ini admin kutip dari syair lagu āIbu Kita Kartiniā. Dalam contoh tersebut, ada frasa harum namanya. Padahal kata harum seharusnya hanya bisa dirasakan hidung tetapi dalam contoh tersebut justru digunakan untuk nama yang bisa didengar oleh telinga atau dilihat oleh mata. Inilah sinestesia.
Dia orang yang sopan, bicaranya juga halus.
Letak sinestesia pada contoh tersebut adalah pada klausa bicaranya juga halus. Kata halus seharusnya digunakan untuk indra peraba yaitu kulit bukan indra pendengar atau telinga. Namun karena ini hanya gaya bahasa saja, maka tidak mengapa.
Penjelasan yang ia kemukakan sungguh terang benderang.
Kata terang benderang seharusnya digunakan untuk mata, tetapi dalam konteks contoh tersebut digunakan untuk telinga.